• Home
  • Profil
    • Sambutan
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Mars
    • Struktur & Manajemen
    • Staff Pengajar
    • Laboratorium
    • Akreditasi
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Buku Panduan Akademik
    • Jadwal Kuliah
    • Jadwal Ujian
    • Semester Pendek
    • TA / PKL
    • Wisuda AKINDO
  • Program Studi
    • Public Relations
    • Advertising
    • Broadcasting R-TV dan Film
    • S1 ILMU KOMUNIKASI
  • Kemahasiswaan
    • PKKMB MABA
    • Himpunan Mahasiswa Jurusan
    • Unit Kegiatan Mahasiswa
    • Beasiswa
  • PMB
    • PMB Info
    • Pendaftaran Online
  • PUBLIKASI
    • Publikasi Ilmiah
    • Gagasan/Opini
    • Makalah Seminar
  • Kontak

Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran 2016--Pembaharu UU Nomor 32/2002

Akindo
26 Jan 2016
Uncategorized

Yogyakarta - Redaksi situs AKINDO memiliki tanggung jawab dalam menyampaikan informasi kepada publik mengenai keberadaan draf (rancangan) Undang-Undang tentang Penyiaran yang baru. Berikut ini disampaikan kepada publik, rancangan undang-undang tentang Penyiaran sebagai bahan memperbarui keberdaan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang dinilai sudah tidak relevan lagi dengan tantangan zaman. Draf ini merupakan inisiatif dari DPR RI Komisi 1. Semoga UU yang baru ini segera terealisasi dalam rangka mengatur arsitektur dan cetak biru dunia penyiaran di Tanah Air. Kepada segenap pihak, akademisi AKINDO, dan seluruh pemerhati dunia penyiaran di Tanah Air; diharapkan bisa memberikan kritisi dan masukan terhadap substansi pasal demi pasal dari draf rancangan Undang-Undang ini. Berbagai masukan dan kritisi bisa langsung dikirimkan kepada DPR RI Komisi 1 atau bisa juga dikirimkan melalui email: humas@akindo.ac.id. Berikut ini ditampilkan rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran yang dimaksudkan. Selamat menyimak! (Espede)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

a. bahwa kemerdekaan berkomunikasi dan memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai perwujudan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dilaksanakan secara selaras dan seimbang antara hak dan tanggung jawab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas yang dikuasai oleh negara sebagai wujud kedaulatan negara yang pengelolaan, pemanfaatan, dan pengamanannya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;

c. bahwa penggunaan teknologi penyiaran diarahkan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia;

d. bahwa untuk menjalankan kedaulatan negara dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu dilakukan penataan kebijakan penyiaran, hubungan tata kerja semua pemangku kepentingan dalam bidang penyiaran, dan penyelenggaraan kegiatan penyiaran melalui sistem penyiaran nasional;

e. bahwa sistem penyiaran nasional diarahkan bagi terciptanya penyelenggaraan penyiaran yang sehat, berkualitas, dan bermanfaat, dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mewujudkan demokrasi yang lebih baik, menyelaraskan kemajemukan masyarakat Indonesia, meningkatkan harkat, martabat, dan citra bangsa, serta meningkatkan daya saing bangsa dan kesejahteraan masyarakat;

f. bahwa lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang menyalurkan isi siaran yang mampu mengonstruksi realitas sosial, mempengaruhi pola pikir, pendapat, sikap, dan perilaku khalayak, maka harus selaras dengan nilai agama, moral, kemanusiaan, keadilan, budaya, dan kepribadian bangsa;

g. bahwa kegiatan memancarteruskan dan/ a tau mengalirkan siaran disesuaikan dengan kemajuan teknologi dan kemampuan masyarakat dalam menenma teknologi penyiaran;

Mengingat h. bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi penyiaran, sosial kemasyarakatan, dan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu diganti;

1. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penyiaran; Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28 F, Pasal 29,Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33 ayat (3), ayat (4), ayat (5), Pasal 34 ayat (3),ayat (4)dan Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersarna DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENYIARAN.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Siaran adalah pesan, rangkaian pesan dan/ a tau data dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar yang dapat diterima melalui perangkat penerima.

2. Penyiaran adalah memancarteruskan, mengalirkan, dan/ atau menyebarluaskan Siaran dan/ atau data melalui sarana pemancaran, pipa aliran, dan/ a tau sarana transmisi di darat, laut, udara, atau antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui terestrial, kabel, dan satelit, serta menggunakan internet.

3. Wilayah Siar adalah wilayah layanan penerimaan stasiun lembaga penyiaran yang diproteksi dari gangguanjinterferensi sinyal frekuensi radio lainnya, sesuai dengan Izin Penyelenggaraan Penyiaran.

4. Sistem Penyiaran Nasional adalah keterpaduan penataan penyelenggara penyiaran, sistem berjaringan, dan jasa penyiaran yang meliputi keseluruhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Digitalisasi Penyia~an adalah proses perubahan segala bentuk informasi (angka, kata, gambar, suara, dan gerak) dikodekan kedalam bentuk bit (binary digit) sehingga dimungkinkan adanya manipulasi dan transformasi data '(bit streaming) termasuk penggandaan, pengurangan, maupun penambanan.

6. Komisi Penyiaran Indonesia yang selanjutnya disebut KPI adalah lembaga negara yang bersifat independen yang bertugas mengatur penyelenggaraan penyiaran.

7. Lembaga Penyiaran adalah Lembaga yang memproduksi dan memancarluaskan materi siaran dan/ atau datanya secara teratur dan berkesinambungan melalui satelit, kabel, dan terestrial.

8. Lembaga Penyiaran Publik yang selanjutnya disingkat LPP adalah lembaga negara penyelenggara Penyiaran publik, bersifat independen dan nirlaba untuk melayani kebutuhan dan kepentingan seluruh warga negara yang siarannya dipancarluaskan melalui jasa Penyiaran televisi, dan/ atau radio.

9. Radio Televisi Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat RTRI adalah lembaga negara penyelenggara Penyiaran publik Republik Indonesia yang memproduksi siaran untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

10. Lembaga Penyiaran Komunitas yang selanjutnya disingkat LPK adalah adalah Lembaga Penyiaran yang didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan nirlaba, luas jangkauan Wilayah Siarannya terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya yang siarannya dipancarteruskan melalui jasa Penyiaran televisi dan/ a tau radio.

11. Lembaga Penyiaran Swasta yang selanjutnya disingkat LPS adalah Lembaga Penyiaran yang didirikan oleh badan hukum di Indonesia bersifat komersial dan tidak berbayar yang Siaran dan/ atau datanya dipancarteruskan dan disalurkan melalui terestrial dengan menggunakan jasa Penyiaran radio dan/ a tau televisi.

12. Lembaga Penyiaran Berlangganan yang selanjutnya disingkat LPB adalah Lembaga Penyiaran yang didirikan oleh badan hukum di Indonesia bersifat komersial yang siarannya disalurkan melalui satelit, kabel, atau terestrial yang hanya dapat diakses melalui pembayaran berlangganan.

13. Sistem Siaran Jaringan yang selanjutnya disebut SSJ adalah pola jaringan penyelenggaraan Penyiaran yang adil dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal.

14. Izin Penetapan Frekuensi yang selanjutnya disingkat IPF adalah izin yang diberikan pemerintah kepada Lembaga Penyiaran terkait alokasi frekuensi Penyiaran dalam waktu yang ditentukan.

15. Izin Penyelenggaraan Penyiaran yang selanjutnya disingkat IPP adalah izin yang diberikan oleh pemerintah kepada Lembaga Penyiaran dalam waktu yang ditentukan untuk penyelenggaraan Penyiaran.

16. Standar Program Siaran adalah panduan kelayakan isi Siaran yang wajib dipatuhi oleh Lembaga Penyiaran.

17. Siaran I klan adalah komunikasi bisnis, komunikasi sosial, komunikasi politik, dan komunikasi publik dalam bentuk Siaran spot iklan, Siaran sponsor program, penempat-paduan produk, penjualan jarak jauh, informersial, dan iklan pelayanan masyarakat, yang dipancarkan melalui media Penyiaran kepada khalayak, baik dengan imbalan uang maupun tanpa imbalan, dengan maksud untuk menebarkan informasi dan mempengaruhi masyarakat agar melakukan suatu transaksi komersial dan tindakan pemilihan terhadap kebijakan, gagasan, dan seseorang.

18. Pemerintah adalah Menteri yang ditunjuk oleh Presiden.

Pasal 2

Penyelenggaraan Penyiaran dilakukan berdasarkan asas:

a. persatuan dan kesatuan;

b. kepentingan umum;

c. etika;

d. manfaat;

e. keamanan;

f. kebebasan berekspresi;

g. kreativitas;

h. tanggung jawab;

1. netralitas;

J. aksesibilitas;

k. pelayanan;

1. keberagaman;

m. kemitraan;

n. keadilan;

o. persaingan yang sehat; dan

p. kepastian hukum.

BAB II TUJUAN, ARAH, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu Tujuan

Pasal 3

Penyelenggaraan Penyiaran bertujuan untuk:

a. menjaga dan memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa;

b. menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. membina karakter dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa;

d. meningkatkan harkat, martabat, dan citra bangsa;

e. menumbuhkembangkan kearifan lokal, kecintaan, kebanggaan, kejuangan, dan kontribusi terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia;

f. mencerdaskan kehidupan bangsa;

g. memelihara dan mengembangkan kebudayaan nasional; h. meningkatkan kesadaran, kepatuhan, dan tanggung jawab hukum;

1. mewujudkan demokrasi yang lebih baik;

J. mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan;

k. menumbuhkembangkan kreativitas masyarakat yang positif dan produktif;

1. memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi, pengetahuan, dan hiburan serta meningkatkan kemampuan literasi media masyarakat;

m. meningkatkan daya saing bangsa dan kesejahteraan masyarakat;

n. menumbuhkembangkan Lembaga Penyiaran yang produktif dalam iklim usaha Penyiaran yang sehat;

o. melindungi keberadaan Lembaga Penyiaran dalam rangka meningkatkan daya saing di era Penyiaran global; dan p. mendorong kemampuan adaptasi teknologi Penyiaran terhadap kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Bagian Kedua Arah

Pasal 4

Penyiaran diarahkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap: a. Penyelenggaraan Penyiaran melalui teknologi digital; b. perkembangan teknologi Penyiaran; dan c. perlindungan dan pengembangan penyelenggaraan Penyiaran komunitas dan/ a tau di daerah perbatasan. Bagian Ketiga Fungsi Pasal 5 Penyiaran berfungsi sebagai media: a. informasi; b. pendidikan; c. kebudayaan; d. hiburan; e. kontrol sosial; f. perekat sosial; g. ekonomi; dan h. pemberdayaan masyarakat. Bagian Keempat Ruang Lingkup Pasal 6 Ruang lingkup Undang-Undang ini meliputi: a. tugas dan wewenang negara; b. penyelenggaraan Penyiaran; c. Penyiaran dengan teknologi digital; d. KPI; e. Lembaga Penyiaran; f. penzman; g. Standar Program Siaran; h. Siaran Iklan; dan i. peran serta masyarakat.

BAB III TUGAS DAN WEWENANG NEGARA

Bagian Kesatu Umum

Pasal 7

Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Bagian Kedua Tugas

Pasal 8

Pengelolaan, pemanfaatan, dan pengamanan spektrum frekuensi radio dan penataan penggunaan teknologi penyiaran menjadi tugas negara di bidang penyiaran Bagian Ketiga Wewenang

Pasal 9

( 1) Wewenang negara dalam melaksanakan tugas negara di bidang Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan oleh Pemerintah dan/ a tau KPI.

(2) Wewenang yang dilakukan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. menentukan arah kebijakan Sistem Penyiaran Nasional; b. menetapkan pemetaan penggunaan frekuensi Penyiaran di setiap wilayah layanan Siaran secara berkala; c. memberikan dan mengawasi IPF; d. memberikan dan mengawasi IPP; e. memberikan perpanjangan IPF; f. memberikan perpanjangan IPP wajib berdasarkan rekomendasi KPI; dan g. memberikan sanksi terkait penggunaan frekuensi dan IPP.

(3) Wewenang KPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penilaian terhadap uji coba Siaran; b. melaksanakan evaluasi dengar pendapat dalam forum rapat bersama dalam rangka membahas IPP; dan c. memberikan rekomendasi perpanjangan IPP. (4) Adaptasi kemajuan teknologi penyiaran yang disesuaikan dengan kemampuan masyarakat dalam menerima teknologi penyiaran dilakukan oleh Pemerintah.

BABIV PENYELENGGARAAN PENYIARAN

Bagian Kesatu Sistem Penyiaran Nasional

Pasal 10

( 1) Penyiaran diselenggarakan dalam Sistem Penyiaran Nasional.

(2) Sistem Penyiaran Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penataan kebijakan Penyiaran; b. hubungan tata kerja semua pemangku kepentingan dalam bidang Penyiaran; dan c. penyelenggaraan kegiatan Penyiaran.

(3) Sistem Penyiaran Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah, KPI, dan/ atau Lembaga Penyiaran. Bagian Kedua Jasa Penyiaran Pasal 11 Jasa Penyiaran meliputi: a. jasa Penyiaran radio; dan/ a tau b. jasa Penyiaran televisi; (2) Jasa Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran yang terdiri: a. LPP; b. LPK; c. LPS; dan d. LPB.

BABV PENYIARAN DENGAN TEKNOLOGI DIGITAL

Bagian Kesatu Urn urn

Pasal 12

Penyelenggaraan jasa Penyiaran dilaksanakan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi digital.

Pasal 13

Perkembangan teknologi digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ditujukan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan Penyiaran bagi masyarakat.

Bagian Kedua Batas Akhir Penggunaan Teknologi Analog

Pasal 14

Batas akhir penggunaan teknologi analog dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak diundangkannya undang-undang ini.

Pasal 15

(1) Pemerintah wajib menyusun cetak biru penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital.

(2) Cetak biru penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh RTRI.

(3) Cetak biru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. alokasi frekuensi digital di setiap Wilayah Siar; b. pertimbangan kesiapan masyarakat; c. pertimbangan kesiapan penyelenggara Penyiaran; d. pertimbangan kesiapan produsen perangkat Penyiaran; dan e. pertimbangan kesiapan distribusi alat pendukung teknologi digital.

Pasal 16

( 1) Selain melaksanakan cetak biru penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), RTRI wajib mengelola tahapan teknis batas akhir penggunaan teknologi analog setiap tahunnya.

(2) Tahapan teknis batas akhir penggunaan teknologi analog setiap tahunnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pembuatan grand design diselesaikan pada tahun pertama; b. penyiapan dan pendistribusian infrastruktur dan perangkat penerima siaran diselesaikan pada tahun kedua; c. pembagian zona Wilayah Siar dan prioritas implementasi di zona Wilayah Siar diselesaikan pada tahun ketiga; d. sosialisasi kepada masyarakat dan uji coba berdasarkan prioritas implementasi di zona Wilayah Siar diselesaikan pada tahun keempat; dan e. evaluasi dan implementasi batas akhir penggunaan teknologi analog diselesaikan pada tahun kelima.

Pasal 17

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan dan evaluasi batas akhir penggunaan teknologi analog dilakukan oleh RTRI melalui satuan tugas yang melibatkan Pemerintah dan pemangku kepentingan di bidang Penyiaran.

(2) Susunan organisasi, tugas, fungsi, dan wewenang satuan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan presiden. Bagian Ketiga Tata Cara Migrasi Teknologi Analog ke Digital Pasal 18 (1) RTRI wajib menetapkan tata cara migrasi teknologi analog ke digital yang terdiri dari: a. batas akhir penggunaan teknologi analog per zona Wilayah Siar; b. batas tarif atas dan batas tarif bawah sewa kanal frekuensi; dan c. pelarangan pembuatan dan/ atau pendistribusian televisi dengan teknologi analog. (2) Selain tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), RTRI wajib: a. membeli infrastruktur Siaran yang dimiliki Lembaga Penyiaran di semua Wilayah Siar untuk dijadikan aset negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. menyiapkan infrastruktur Siaran dengan teknologi digital sesuai dengan kebutuhan di setiap zona Wilayah Siar; dan c. memperhatikanjaminan keberlangsungan usaha Lembaga Penyiaran.

(3) Pada masa uji coba Siaran, RTRI wajib menyediakan dan mendistribusikan perangkat penerima Siaran dengan teknologi digital di semua zona Wilayah Siar.

Pasal 19

Tata cara migrasi teknologi analog ke digital juga melibatkan: a. Pemerin tah b. Lembaga Penyiaran c. satuan tugas; dan d. masyarakat.

Pasal20

Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a memperhatikan jaminan keberlangsungan usaha Lembaga Penyiaran.

Pasal 21

Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b wajib menyiapkan isi Siaran untuk penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital.

Pasal 22

Satuan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c wajib: a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan cetak biru penyelenggaraan Penyiaran digital; b. mensosialisasikan batas akhir penggunaan teknologi analog per zona Wilayah Siar dan nasional; c. mensosialisasikan penggunaan alat pendukung teknologi digital; d. memediasi keluhan masyarakat terhadap Lembaga Penyiaran terkait dengan penggunaan alat pendukung teknologi digital; dan e. mengevaluasi pelaksanaan batas akhir penggunaan teknologi analog per zona Wilayah Siar dan secara nasional.

Pasal23

Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d berhak mendapatkan: a. perangkat penerima Siaran dengan teknologi digital; dan b. menerima Siaran dengan teknologi digital.

Bagian Keempat Model Migrasi Analog ke Digital

Pasal 24

(1) Penyelenggaraan Penyiaran dengan menggunakan teknologi digital dilakukan oleh RTRI.

(2) RTRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyelenggara Penyiaran dan penyedia infrastruktur Siaran dengan menggunakan teknologi digital di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3) RTRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyewakan infrastruktur Siaran kepada Lembaga Penyiaran di seluruh zona Wilayah Siar.

Pasal25

1) RTRI sebagai penyelenggara Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) mendapatkan ... % ( ... persen) dari seluruh/frekuensi digital di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2) RTRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengelola dan membuka kesempatan kerja sama dengan LPK dalam satu Wilayah Siar. 3) Selain kepada LPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2), RTRI dapat membuka kesempatan kepada lembaga penyedia isi Siaran milik lembaga atau kementerian. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pengelolaan dan kesempatan kerja sama dengan RTRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam undang-undang. Pasal 26 RTRI wajib menyewakan kanal frekuensi kepada Lembaga Penyiaran yang telah memiliki IPF dan IPP di semua zona Wilayah Siar. Pasal27 (1) RTRI wajib menetapkan batasan pemanfaatan frekuensi Penyiaran dengan teknologi digital oleh Lembaga Penyiaran paling tinggi ... % ( ... persen) di setiap zona Wilayah Siar. (2) Selain mengelola dan memanfaatkan frekuensi penyiaran dengan teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPS wajib melakukan kerja sama dengan membuka akses sewa kanal frekuensi kepada LPS paling tinggi ... % ( ... persen) di satu Wilayah Siar yang sama. Pasal 28 ( 1) Pengelolaan alokasi frekuensi dilakukan oleh RTRI. (2) Pengelolaan alokasi frekuensi dilakukan oleh RTRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Bagian Kelima Zona Wilayah Siar Pasal29 (1) Pembagian zona Wilayah Siar ditentukan berdasarkan prinsip: a. keberagaman kepemilikan; b. keberagaman isi Siaran; dan c. antimonopoli. (2) Pembagian zona Wilayah Siar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan: a. letak geografis Wilayah Siar; dan b. penyebaran penduduk di Wilayah Siar. (3) Pada zona Wilayah Siar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan uji coba pelaksanaan Penyiaran dengan teknologi digital. (4) Uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan perencanaan waktu uji coba di setiap zona Wilayah Siar. Bagian Keenam Sewa Kanal Frekuensi Pasal 30 (1) Sewa kanal frekuensi kepada Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilakukan berdasarkan prinsip transparansi dan keadilan. (2) RTRI menetapkan\~ bawah dan batas ata"SJtarif sewa kanal frekuensi Penyiaran di semua zona Wilayah Siar. (3) Sewa kanal frekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan jangka waktu sewa paling lama ... tahun. Bagian Ketujuh Kele bihan Spektrum Frekuensi Radio Pasal 31 (1) Kelebihan spektrum frekuensi radio sebagai akibat dari migrasi penyelenggaran Penyiaran dengan teknologi analog ke teknologi digital dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan Penyiaran di wilayah tertentu sesuai dengan arah kebijakan Sistem Penyiaran Nasional. (2) Selain untuk kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga digunakan untuk kepentingan pengembangan: a. internet untuk kepentingan Penyiaran dan telekomunikasi; dan b. telekomunikasi bagi kesejahteraan masyarakat sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Kelebihan spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dikonsu1tasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Bagian Kedelapan Penyelenggaraan Penyiaran Dengan Teknologi Digital Paragraf 1 Umum Pasal 32 (1) Penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital dilakukan melalui: a. terestrial; b. kabel; dan/atau c. satelit. (2) Selain penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggaraan Penyiaran dapat dilakukan melalui jaringan internet. (3) Penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Terestrial Pasal33 Penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital melalui terestrial sebagaimana dimaksud da1am Pasa1 32 ayat (1) huruf a diterima oleh masyarakat melalui: a. jasa Penyiaran tidak berbayar secara serentak dan bersamaan; atau b. jasa Penyiaran berbayar sesuai dengan waktu kebutuhan masyarakat. Pasal 34 (1) Penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital melalui jasa Penyiaran tidak berbayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a dilaksanakan oleh LPP dan LPS yang telah memiliki IPP sesuai dengan Wilayah S iar. (2) Penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital melalui jasa Penyiaran berbayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b dilaksanakan oleh LPS dan LPB yang telah memiliki IPP sesuai dengan Wilayah Siar. Paragraf 3 Kabel Pasa1 35 Penyelenggaraan Penyiaran dengan tekonologi digital melalui kabel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b diterima oleh masyarakat melalui: a. jasa Penyiaran tidak berbayar secara serentak dan bersamaan; atau b. jasa Penyiaran berbayar sesuai dengan waktu kebutuhan masyarakat. Pasal 36 (1) Penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital melalui jasa Penyiaran tidak berbayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a dilaksanakan oleh LPP dan LPS yang telah memiliki IPP sesuai dengan wilayah layanan jaringan kabel. (2) Penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital melalui jasa Penyiaran berbayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b dilaksanakan oleh LPS dan LPB yang telah memiliki IPP sesuai dengan wilayah layanan jaringan kabel. Paragraf 4 Satelit Pasal37 Penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital melalui satelit sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) huruf c diterima oleh masyarakat melalui: a. jasa Penyiaran tidak berbayar secara serentak dan bersamaan; atau b. jasa Penyiaran berbayar sesuai dengan waktu kebutuhan masyarakat. Pasal38 (1) Penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital melalui jasa Penyiaran tidak berbayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a dilaksanakan oleh LPP dan LPS yang telah memiliki IPP sesuai dengan cakupan penerimaan Siaran dalam lingkup nasional. (2) Penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital melalui jasa Penyiaran berbayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b dilaksanakan oleh LPS dan LPB yang telah memiliki IPP sesuai dengan cakupan penerimaan Siaran dalam lingkup nasional. BAB VI KOMISI PENYIARAN INDONESIA Bagian Kesatu Kelembagaan Pasal39 (1) KPI berkedudukan di ibukota negara. (2) KPI Daerah berkedudukan di ibukota provinsi. (3) KPI dan KPI Daerah bersifat tetap. (4) KPI dengan KPI Daerah memiliki hubungan yang bersifat hierarki. Pasal 40 (1) KPI berfungsi sebagai perwujudan hak masyarakat dalam mengatur isi Siaran di Indonesia. (2) KPI Daerah berfungsi sebagai perwujudan hak masyarakat dalam mengatur isi Siaran di daerah. Pasal 41 (1) KPI dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), bertugas: a. menjamin masyarakat untuk memperoleh dan menenma isi Siaran yang benar, sehat, layak, dan bermanfaat sesuai dengan hak asasi manus1a; b. ikut menciptakan Sistem Penyiaran Nasional yang adil, merata, dan seimbang; c. memberikan rekomendasi terhadap konsep isi Siaran yang diajukan oleh Lembaga Penyiaran dalam proses perizinan; d. membangun iklim persaingan yang sehat terkait isi Siaran antara Lembaga Penyiaran; e. meningkatkan dan mengembangkan profesionalitas Penyiaran; f. mewadahi, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan Penyiaran; dan g. mewadahi dan menindaklanjuti sengketa di bidang Penyiaran. (2) KPI Daerah dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2), bertugas: a. melakukan tugas KPI terkait jaminan kepada masyarakat di daerah untuk memperoleh dan menerima isi Siaran yang benar, sehat, layak, dan bermanfaat sesuai dengan hak asasi manusia; b. memberikan rekomendasi kepada KPI terhadap konsep isi Siaran yang diajukan oleh Lembaga Penyiaran di daerah dalam proses perizinan; c. meningkatkan dan mengembangkan profesionalitas Penyiaran di daerah; dan d. mewadahi, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat di daerah terhadap penyelenggaraan Penyiaran. Pasal42 (1) Selain kewenangan KPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), KPI berwenang: a. membentuk peraturan penyelenggaraan Penyiaran; b. menyusun dan menetapkan Standar Program Siaran; c. memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dalam rangka penataan Sistem Penyiaran Nasional; d. melakukan koordinasi dan/ atau kerja sama dengan Pemerintah, penyelenggara Penyiaran, dan masyarakat; e. melakukan evaluasi dengar pendapat dan forum rapat bersama untuk memberikan masukan kepada Pemerintah mengenai IPP; f. memberikan rekomendasi kelayakan penyelenggaraan Penyiaran kepada Pemerintah; g. memberikan hasil penilaian uji coba Siaran kepada Pemerintah sebagai dasar pemberian keputusan IPP; h. menerima laporan dari KPI Daerah terkait dengan hasil evaluasi dengar pendapat di daerah; 1. mengawasi isi Siaran; J. mengevaluasi program Siaran dan program Siaran digital secara berkala sesuai dengan tujuan Penyiaran; k melakukan audit terhadap pelaksanaan pemeringkatan tingkat kepemirsaan yang diselenggarakan oleh lembaga pemeringkatan; 1. mensosialisasikan Standar Program Siaran; m. membentuk panel ahli yang bersifat sementara terkait dengan permasalahan dan/ a tau dampak isi Siaran; n. memanggil narasumber untuk didengar keterangannya dalam rangka penyelesaian isi Siaran yang bermasalah; o. melakukan penelitian ten tang materi dan/ a tau dampak isi Siaran; p. merekomendasi pencabutan IPP kepada Pemerintah atas pelanggaran Standar Program Siaran yang dilakukan oleh Lembaga Penyiaran; q. melakukan literasi media; r. melakukan pengawasan terhadap lembaga pemeringkat isi Siaran; s. memberikan sanksi administratif; dan t. menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang Penyiaran. (2) KPI Daerah berwenang: a. melaksanakan program KPI sesuai dengan anggaran di wilayahnya; b. melakukan evaluasi dengar pendapat bersama pemohon untuk dilaporkan kepada KPI dalam rangka memberikan masukan kepada Pemerintah mengenai IPP di daerah; c. memberikan rekomendasi kelayakan penyelenggaraan Penyiaran di daerah kepada KPI; d. memberikan hasil penilaian uji coba Siaran kepada KPI; e. mengawasi isi Siaran dan isi Siaran digital yang disiarkan oleh Lembaga Penyiaran di daerah untuk dilaporkan kepada KPI; f. memberikan rekomendasi kepada KPI terkait sanksi administratif terhadap Lembaga Penyiaran di daerah; g. mensosialisasikan Standar Program Siaran di daerah; h. menindaklanjuti pengaduan masyarakat atas pelanggaran isi Siaran; dan 1. melaporkan hasil pengawasan isi Siaran Lembaga Penyiaran di daerah kepada KPI. Pasal43 (1) Dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), Pasal 40 ayat (1), Pasal 41 ayat (1), dan Pasal 42 ayat (1) KPI diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2) Dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2), Pasal 41 ayat (2), dan Pasal 42 ayat (2) KPI Daerah diawasi oleh KPI. Pasal44 (1) Anggota KPI berjumlah 9 (sembilan) orang. (2) Anggota KPI Daerah berjumlah 5 (lima) orang. (3) Keanggotaan KPI dan KPI Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri dari unsur Penyiaran, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan keterwakilan perempuan. (4) Masa jabatan anggota KPI dan KPI Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) selama 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masajabatan. (5) Ketua dan Wakil Ketua KPI dan KPI Daerah dipilih dari dan oleh anggota. Bagian Kedua Persyaratan Pasal45 Untuk dapat diangkat menjadi calon anggota KPI dan KPI Daerah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Warga Negara Republik Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; d. sehat jasmani dan rohani; e. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; f. berpendidikan paling rendah Strata satu (S1) atau memiliki kompetensi intelektual yang setara dan/ atau diakui ketokohannya dalam masyarakat; g. memiliki pengetahuan dan/ atau pengalaman dalam bidang Penyiaran; h. memiliki kepedulian terhadap kegiatan di bidang Penyiaran; 1. bukan anggota lembaga legislatif dan lembaga yudikatif; J. bukan pejabat Pemerintah; k. tidak menjadi anggota dan pengurus partai politik; dan 1. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Bagian Ketiga Proses Pengangkatan, Pemberhentian, dan Penggantian Anggota KPI Paragraf 1 Proses Pengangkatan Anggota KPI Pasal46 (1) Pemilihan anggota KPI dilakukan berdasarkan proses rekrutmen oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan membentuk panitia seleksi yang terdiri dari unsur Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan masyarakat. (2) Panitia seleksi mengumumkan secara terbuka pendaftaran calon anggota KPI paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak dibentuknya panitia seleksi. (3) Panitia seleksi mengusulkan 18 (delapan belas) nama calon anggota KPI kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk mengikuti uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka. Pasal 47 (1) Calon anggota KPI dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melalui uji kepatutan dan kelayakan untuk memperoleh jumlah anggota KPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1). (2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menetapkan 9 (sembilan) nama peringkat teratas dari 18 (delapan belas) nama calon anggota KPI. (3) Calon anggota KPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya diajukan kepada Presiden untuk ditetapkan sebagai anggota KPI. Pasal48 (1) Jika jumlah calon anggota KPI yang didapat melalui uji kelayakan dan kepatutan tidak sesuai dengan jumlah yang dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2), Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia wajib melakukan uji kelayakan dan kepatutan kembali sampai dengan jumlah anggota KPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) terpenuhi. (2) Calon anggota KPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya diajukan kepada Presiden untuk ditetapkan sebagai anggota KPI. Paragraf 2 Proses Pemberhentian Anggota KPI Pasal49 (1) Anggota KPI diberhentikan dengan hormat sebelum habis masa jabatannya jika: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri setelah mendapat persetujuan dari Presiden; atau c. sakit jasmani dan rohani secara terus menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai anggota KPI. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian dengan hormat Anggota KPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPI. Pasal50 Anggota KPI diberhentikan dengan tidak hormat sebelum habis masa jabatannya jika: a. melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; b. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; c. terbukti terkait langsung atau tidak langsung dengan kepemilikan dan pengelolaan Penyelenggara Penyiaran; d. menduduki jabatan publik di tempat lain; e. melakukan pelanggaran serius Kode Etik KPI; f. menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik; dan/ a tau g. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45. Paragraf 3 Proses Penggantian Anggota KPI Pasal 51 Jika anggota KPI berhenti sebelum habis masa jabatannya karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan Pasal 50, yang bersangkutan digantikan oleh anggota pengganti sampai habis masa jabatannya. Pasal 52 Anggota pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 berasal dari nama calon anggota KPI peringkat berikutnya setelah nama peringkat teratas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2). Pasal 53 Anggota pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ditetapkan oleh Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Bagian Keempat Proses Pengangkatan, Pemberhentian, dan Penggantian Anggota KPI Daerah Paragraf 1 Proses Pengangkatan Anggota KPI Daerah Pasal 54 Pemilihan anggota KPI Daerah dilakukan berdasarkan proses rekrutmen oleh KPI dengan membentuk panitia seleksi. Pasal 55 Calon anggota KPI Daerah dipilih oleh KPI melalui uji kepatutan dan kelayakan untuk memperoleh jumlah anggota KPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2). Pasal 56 Pengangkatan calon anggota KPI Daerah menjadi anggota KPI Daerah ditetapkan dengan Keputusan KPI. Paragraf 2 Proses Pemberhentian Anggota KPI Daerah Pasal 57 Anggota KPI Daerah diberhentikan dengan hormat atau dengan tidak hormat dengan Keputusan KPI. Pasal 58 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian anggota KPI Daerah diatur dalam Peraturan KPI. Paragraf 3 Proses Penggantian Anggota KPI Daerah Pasal59 (1) Penggantian Anggota KPI Daerah dilakukan oleh KPI. (2) Penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Keputusan KPI. Bagian Kelima Pembiayaan Pasal 60 (1) Sumber pembiayaan KPI dan KPI Daerah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Selain sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPI dan KPI Daerah dapat menerima hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keenam A set Pasal 61 ( 1) A set KPI berasal dari aset KPI yang telah dimiliki. (2) Selain aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), aset KPI dapat berasal dari hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 62 (1) Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, KPI dibantu oleh sekretariat jenderal KPI yang dipimpin oleh seorang sekretaris jenderal. 2) Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, KPI Daerah dibantu oleh sekretariat KPI Daerah yang dipimpin oleh seorang sekretaris KPI Daerah. 3) Ketentuan mengenai struktur organisasi, fungsi, tugas, dan wewenang sekretariat jenderal KPI dan sekretariat KPI Daerah diatur dalam Peraturan KPI. 4) Sumber pembiayaan sekretariat jenderal KPI dan sekretariat KPI Daerah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 63 Dalam melaksanakan tugasnya, KPI dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan. Bagian Ketujuh Pertanggungjawaban Pasal64 Dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), Pasal 40 ayat (1), Pasal 41 ayat (1), dan Pasal 42 ayat (1), KPI menyampaikan laporan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Bagian Kedelapan Kode Etik Pasal65 ( 1) KPI menetapkan kode etik KPI yang mengarahkan para anggota KPI un tuk bertanggung jawab dalam menjalankan kewajiban dan tidak menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaannya. (2) Kode etik KPI harus diumumkan kepada masyarakat dan pemangku kepentingan. (3) KPI membentuk dewan kehormatan untuk mengawasi pelaksanaan kode etik paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak periode keanggotaan KPI ditetapkan. (4) Dewan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir masa jabatannya pada saat dibentuknya dewan kehormatan yang baru. (5) Dewan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah 5 (lima) orang dengan komposisi: a. 2 (dua) orang dari akademisi; b. 1 (satu) orang dari unsur Pemerintah; dan c. 2 (dua) orang dari unsur masyarakat. (6) Dalam hal terdapat dugaan pelanggaran kode etik, dewan kehormatan wajib mempelajari dan menindaklanjutinya. (7) Dalam hal ditemukan pelanggaran kode etik, dewan kehormatan memberikan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. pemberhentian semen tara; dan/ a tau c. pemberhentian tetap. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan dewan kehormatan dan tata beracara penegakan kode etik KPI diatur dengan Peraturan KPI. Bagian Kesembilan Penelitian Pasal 66 (1) KPI dapat melakukan penelitian mengenai: a. peringkat materi isi Siaran; dan b. dampak materi isi Siaran. (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan mengikutsertakan perguruan tinggi, Pemerintah, dan/ a tau Pemerintah daerah di seluruh Indonesia. BAB VII STANDAR PROGRAM SIARAN Bagian Kesatu Umum Pasal 67 (1) Standar Program Siaran berisikan panduan kelayakan isi Siaran yang wajib dipatuhi setiap Lembaga Penyiaran. (2) Standar Program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat luas, menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. (3) Standar Program Siaran ditujukan untuk Lembaga Penyiaran. (4) Penyusunan Standar Program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempertimbangkan masukan dari para pemangku kepentingan. Pasal 68 Standar Program Siaran paling sedikit memuat panduan kelayakan isi Siaran mengenai: a. menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa; b. menjaga kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. penghormatan atas suku, budaya, agama, ras, dan antargolongan serta budaya; d. penghormatan terhadap kesopanan, kepantasan, dan kesusilaan; e. penghormatan terhadap hak privasi dan pribadi; f. perlindungan terhadap hak anak, remaja, perempuan, kelompok masyarakat minoritas dan terpinggirkan; g. penghormatan atas lambang negara; h. kewajiban netralitas; 1. kewajiban Lembaga Penyiaran untuk menyiarkan pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah secara adil dan berimbang; J. pembatasan isi Siaran terkait narkotika, psikotropika, dan zat adiktif, alkohol, dan perjudian; k. pembatasan isi Siaran terkait rokok; 1. pembatasan isi Siaran terkait mistik dan supranatural; m. penegakan etika jurnalistik; n. penegakan etika periklanan; o. bahasa; p. teks dan sulih suara dalam Siaran berbahasa asing; q. penataan jam siar sesuai dengan klasifikasi usia khalayak; r. program faktual dan nonfaktual; s. blocking time; t. penempatpaduan produk; u. relai Siaran asing; v. hak siar; w. ralat dan hak jawab isi Siaran; dan x. arsip isi Siaran. Pasal 69 20 (1) Standar Program Siaran berlaku untuk seluruh Wilayah Siar di Indonesia. (2) KPI Daerah dapat menetapkan penambahan Standar Program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah berkonsultasi dan mendapat persetujuan KPI jika kepentingan publik mendesak. Pasal 70 a. Dalam rangka melaksanakan Standar Program Siaran, KPI menyusun pedoman perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. b. Pedoman perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi secara berkala oleh KPI sesuai dengan perkembangan masyarakat dan industri Penyiaran. Pasal 71 Pelanggaran atas Standar Program Siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dan Pasal 69 dikenai sanksi administratif oleh KPI berupa: a. teguran tertulis; b. pemindahan jam tayang; c. pengurangan durasi isi Siaran yang bermasalah; d. penghentian sementara isi Siaran yang bermasalah; e. denda administratif yang besarannya ditetapkan melalui Peraturan KPI; dan atau f. penghentian isi Siaran yang bermasalah. Pasal 72 (1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dilaksanakan secara transparan dan bertanggung jawab. (2) Sebelum sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf b sampai dengan huruf f diberikan, Lembaga Penyiaran diberi kesempatan untuk menjelaskan dan berhak untuk mengajukan keberatan. Bagian Ked ua Pemeriksaan Pelanggaran Pasal 73 KPI melaksanakan pemeriksaan pelanggaran Standar Program Siaran yang dilakukan oleh Lembaga Penyiaran berdasarkan: a. temuan dari pengawasan KPI terhadap pelaksanaan Standar Program Siaran; dan/ a tau b. pengaduan orang atau kelompok masyarakat. Pasal 74 (1) Pemeriksaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dilakukan melalui proses yang transparan dan bertanggung jawab. (2) KPI dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentuk panel ahli. (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memanggil narasumber dari isi Siaran yang bermasalah dan/ a tau Lembaga Penyiaran yang melakukan pelanggaran. Pasal 75 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan pelanggaran Standar Program Siaran diatur dengan Peraturan KPI. BAB VIII LEMBAGA PENYIARAN Bagian Kesatu LPP Pasal 76 (1) LPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a merupakan lembaga negara penyelenggara Penyiaran publik yang bersifat independen, netral, nirlaba, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat, dan negara. (2) LPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah RTRI yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota negara Republik Indonesia. (3) Ketentuan mengenai RTRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Undang-Undang. Bagian Kedua LPK Pasal 77 (1) LPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b berbentuk badan hukum Indonesia yang bertujuan untuk melayani kepentingan komunitasnya. (2) LPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan untuk: a. mendidik dan memajukan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan dengan melaksanakan program acara yang meliputi budaya, pendidikan, dan informasi yang menggambarkan identitas bangsa; b. mendorong partisipasi komunitas dalam menyelesaikan permasalahan komunitas dan terlibat aktif dalam proses pengambilan kebijakan publik di tingkat komunitas; c. mendorong peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat komunitas; d. memelihara dan mengembangkan kearifan dan kompetensi komunitas; e. menumbuhkembangkan sarana ekspresi budaya komunitas dengan semangat multikulturalisme; dan/ atau f. menyiarkan sosialisasi pembangunan daerah. (3) LPK merupakan komunitas nonpartisan yang keberadaan organisasinya: a. tidak mewakili organisasi atau lembaga asing serta bukan komunitas in ternasional; b. tidak untuk kepentingan partai politik dan/ atau organisasi politik tertentu; dan c. tidak untuk kepentingan propaganda bagi kelompok atau golongan terten tu serta organisasi terlarang. Pasal 78 (1) LPK didirikan dengan kontribusi komunitas dan menjadi milik komunitas terse but. (2) Sumber pembiayaan LPK berasal dari: a. iuran anggota komunitas; dan/ atau b. sumbangan, hibah, iklan layanan masyarakat, atau sumber lain yang sah sepanjang tidak mengikat dan/ atau tidak mempengaruhi isi siaran komunitas. Pasal 79 (1) LPK dilarang menerima bantuan dana awal mendirikan dan dana operasional dari pihak asing dalam bentuk apapun. (2) Pelanggaran atas bantuan dana awal mendirikan dan dana operasional dari pihak asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh Pemerintah berupa: a. teguran tertulis; b. penolakan IPP; c. penolakan perpanjangan IPP; dan/ a tau d. pencabutan IPP. Pasal 80 LPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dapat memancarluaskan siaran melalui SSJ LPK. Bagian Ketiga LPS Paragraf 1 Persyaratan Pendirian Pasal 81 Pendirian LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. didirikan oleh warga negara Indonesia; b. berbentuk badan hukum Indonesia; c. bidang usahanya menyelenggarakan jasa Penyiaran radio dan/ a tau jasa Penyiaran televisi; d. seluruh modal awal usahanya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/ atau badan hukum Indonesia yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;dan e. memenuhi jumlah minimal modal dasar sesua1 dengan ketentuan per a turan perundang-undangan. Paragraf 2 Sumber Pendapatan Pasal82 23 Sumber pendapatan LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c terdiri dari: a. Siaran Iklan komersial; dan/ atau b. usaha lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Paragraf 3 Direksi dan Komisaris Pasal 83 (1) Pimpinan badan hukum LPS bertanggung jawab secara umum atas penyelenggaraan Penyiaran. (2) Pimpinan badan hukum LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menunjuk penanggung jawab untuk setiap Program Siaran yang disiarkan. (3) Pembatasan dilakukan terhadap warga negara asing yang menjadi komisaris dan direksi LPS. (4) Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. jumlah komisaris dan direksi yang berasal dari warga negara asing; dan b. kewenangan komisaris dan direksi yang berasal dari warga negara asmg. (5) Pembatasan jumlah komisaris dan direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a paling banyak berjumlah 2 (dua) orang untuk setiap jabatan. (6) Pembatasan kewenangan komisaris dan direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, yaitu komisaris dan direksi tidak dapat mengambil dan memutuskan kebijakan strategis perusahaan. Paragraf 4 Sis tern Siaran J aringan Pasal84 (1) LPS memancarluaskan Siaran ke lebih dari satu Wilayah Siar wajib melalui SSJ. (2) SSJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemancarluasan isi siaran melalui: a. LPS induk kepada LPS cabang; danjatau b. LPS induk kepada LPS lokal di daerah .. (3) Pemancarluasan isi Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara tetap pada jam Siaran tertentu. Pasal85 (1) SSJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) wajib memenuhi syarat: a. batasan Wilayah Siar; dan b. prosentase dan materi isi Siaran. (2) LPS wajib melaporkan syarat batasan Wilayah Siar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a kepada Pemerintah. (3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif oleh Pemerintah berupa: a. teguran tertulis; dan/ atau b. penolakan perpanjangan IPP. (4) LPS wajib melaporkan syarat prosentase dan materi isi Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kepada KPI. (5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikenai sanksi administratif oleh Pemerintah berupa: a. teguran tertulis; dan/ atau b. penolakan perpanjangan IPP. (6) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenai sanksi administratif oleh KPI berupa: a. teguran tertulis; b. penghentian semen tara isi Siaran yang bermasalah; dan/ a tau c. penghentian isi Siaran yang bermasalah. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat batasan Wilayah Siar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 86 (1) LPS lokal di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) huruf b wajib berbadan hukum dan berlokasi di daerah Wilayah Siar. (2) LPS lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membuat dan menyajikan muatan siaran lokal paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari keseluruhan jam siaran setiap hari. Paragraf 5 Kepemilikan Pasal 87 (1) Penguasaan dan kepemilikan LPS oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum baik di 1 (satu) Wilayah Siar maupun di beberapa Wilayah Siar dibatasi. (2) Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas pembatasan: a. jasa Penyiaran televisi; dan b. j as a Penyiaran radio. (3) Pembatasan jasa Penyiaran televisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. 1 (satu) LPS jasa penyiaran televisi dalam bentuk induk stasiun jaringan boleh memiliki lebih dari 1 (satu) LPS di berbagai Wilayah Siar yang menjadi anggota jaringannya dan boleh menjangkau seluruh wilayah Indonesia dengan 20% (dua puluh persen) diantaranya secara proporsional ditujukan pada populasi di daerah yang secara ekonomi belum maju; b. 1 (satu) badan hukum dapat menguasai dan memiliki lebih dari 1 (satu) dan paling banyak 2 (dua) LPS jasa Penyiaran televisi dalam bentuk induk stasiun jaringan dengan yang kedua terletak di Wilayah Siar lain dan tidak berada dalam posisi 1 (satu) sampai dengan 4 (empat) dalam perolehan iklan televisi swasta secara nasional; c. 1 (satu) badan hukum hanya dapat menguasai dan memiliki 1 (satu) LPS jasa Penyiaran televisi di 1 (satu) Wilayah Siar; dan d. 1 (satu) badan hukum diperbolehkan menguasai dan memiliki lebih dari 1 (satu) LPS jasa Penyiaran televisi dalam bentuk stasiun Penyiaran lokal di berbagai Wilayah Siar. (4) Pembatasan jasa Penyiaran radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: a. 1 (satu) LPS jasa penyiaran radio dalam bentuk induk stasiun jaringan boleh memiliki lebih dari 1 (satu) LPS di berbagai Wilayah Siar yang menjadi anggota jaringannya dan boleh menjangkau seluruh wilayah Indonesia dengan 20% (dua puluh persen) diantaranya secara proporsional ditujukan pada populasi di daerah yang secara ekonomi belum maju; b. 1 (satu) badan hukum dapat menguasai dan memiliki lebih dari 1 (satu) dan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah LPS jasa Penyiaran radio dalam bentuk induk stasiun jaringan yang terdapat di Indonesia; c. 1 (satu) badan hukum dapat menguasai dan memiliki lebih dari 1 (satu) dan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah LPS jasa Penyiaran radio yang ada di 1 (satu) Wilayah Siar; dan d. 1 (satu) badan hukum diperbolehkan menguasai dan memiliki lebih dari 1 (satu) LPS jasa Penyiaran radio di berbagai Wilayah Siar. (5) Pelanggaran atas pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dikenai sanksi administratif oleh Pemerintah berupa: a. teguran tertulis; b. penolakan perpanjangan IPP; dan/ atau c. pencabutan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembatasan jasa Penyiaran televisi dan jasa Penyiaran radio, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Paragraf 6 Kepemilikan Silang Pasal 88 Kepemilikan silang dibatasi untuk LPS yang menyelenggarakan: a. jasa Penyiaran radio dengan jasa Penyiaran televisi; dan b. LPS dengan perusahaan media cetak. Paragraf 7 Penambahan dan Pengembangan Modal Pasal89 Penambahan dan pengembangan modal bagi LPS berlaku bagi: a. badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas tertutup; atau b. badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas terbuka. Pasal 90 Penambahan modal yang berasal dari penanaman modal dalam negeri dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 26 Pasal91 (1) LPS dapat menambah dan mengembangkan modal yang berasal dari modal asing dengan jumlah tidak lebih dari 20% (dua puluh persen) dari seluruh modal dasar dan paling rendah dimiliki oleh 2 (dua) orang pemegang saham dan bukan sebagai pemegang saham pengendali. (2) Penambahan dan pengembangan modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan disaksikan oleh Pemerintah dan KPI. Pasal92 (1) Penambahan dan pengembangan modal asing LPS yang badan hukumnya berbentuk perseroan terbatas tertutup, jumlah kepemilikan saham paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) oleh warga negara asing dan/ atau badan hukum asing dapat diperoleh melalui investasi langsung dan bukan sebagai pemegang saham pengendali. (2) Penambahan dan pengembangan modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan disaksikan oleh Pemerintah dan KPI. Pasal93 (1) Penambahan dan pengembangan modal asing LPS yang badan hukumnya berbentuk perseroan terbatas terbuka, jumlah kepemilikan saham paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) oleh warga negara asing dan/ atau badan hukum asing dapat diperoleh melalui pasar modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penambahan dan pengembangan modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat menjadi pemegang saham pengendali. Pasal94 LPS yang badan hukumnya berbentuk perseroan terbatas terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) dapat mencatatkan seluruh sahamnya di pasar modal dengan pembatasan kepemilikan warga negara asing/ atau badan hukum asing dari keseluruhan saham yang dicatatkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal dasar. Pasal95 (1) Setiap perubahan kepemilikan saham baik langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan terjadinya perubahan saham pengendali pada LPS wajib melaporkan perubahannya sesuai dengan ketentuan per a turan perundang-undangan. (2) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif oleh Pemerintah berupa: a. teguran tertulis; b. penolakan perpanjangan IPP; dan/ a tau c. pencabutan IPP. Pasal96 LPS memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki saham perusahaan dan memberikan bagian laba perusahaan sesum dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 97 Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan, penyelenggaraan, kepengurusan, kepemilikan silang, pemusatan kepemilikan, permodalan, pembiayaan, wilayah layanan Siaran, serta sistem stasiun jaringan, penambahan modal, dan pengembangan modal LPS diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat LPB Paragraf 1 Umum Pasal98 (1) LPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d merupakan Lembaga Penyiaran yang bersifat komersial, berbentuk badan hukum perseroan terbatas, didirikan di Indonesia, dan bidang usahanya berupa penyelenggaraan jasa Penyiaran radio dan jasa Penyiaran televisi melalui pembayaran berlangganan. (2) LPB memancarluaskan dan/ atau menyalurkan isi Siaran hanya kepada pelanggan. (3) Dalam menyelenggarakan Siaran, LPB wajib: a. menyediakan kapasitas kanal saluran untuk menyalurkan program dari LPP; dan b. menyediakan 1 (satu) kanal saluran Siaran produksi dalam negeri berbanding 10 (sepuluh) Siaran produksi luar negeri atau paling sedikit 1 (satu) kanal saluran Siaran produksi dalam negeri jika jumlah kanal saluran Siaran kurang dari 10 (sepuluh). Paragraf 2 Persyaratan Pendirian Pasal99 Pendirian LPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d harus memenuhi syarat: a. didirikan oleh warga negara Indonesia; b. berbentuk badan hukum perseroan terbatas; dan c. seluruh modal awal usahanya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/ atau badan hukum Indonesia. Paragraf 3 Kelem bagaan Pasal 100 LPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d terdiri atas: a. LPB melalui satelit; b. LPB melalui kabel; dan/ a tau c. LPB melalui teresterial. Paragraf 4 Wilayah Layanan Siaran Pasal 101 (1) LPB melalui satelit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 huruf a, wajib memenuhi ketentuan wilayah layanan Siaran sebagai berikut: a. memiliki jangkauan Siaran yang dapat diterima di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. memiliki stasiun pengendali Siaran yang berlokasi di Indonesia; c. memiliki stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di Indonesia; dan d. menggunakan satelit yang mempunyai hak pemancaran atau hak labuh (landing right) di Indonesia. (2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif oleh Pemerintah berupa: a. teguran tertulis; b. penolakan perpanjangan IPP; dan/ a tau c. pencabutan IPP. Pasal 102 (1) LPB yang menggunakan kabel danjatau teresterial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 huruf b dan huruf c dalam menyalurkan isi Siaran wajib memenuhi ketentuan wilayah layanan Siaran sebagai berikut: a. memiliki jangkauan Siaran meliputi 1 (satu) atau beberapa provinsi; b. memiliki stasiun pengendali Siaran yang berlokasi di Indonesia; c. memiliki head end yang berlokasi di Indonesia; dan d. menerima program Siaran asing dari satelit yang mempunyai hak pemancaran atau hak labuh (landing right) di Indonesia. (2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif oleh Pemerintah berupa: a. teguran tertulis; b. penolakan perpanjangan IPP; dan/ atau c. pencabutan IPP. Pasal 103 ( 1) Selain wilayah layanan Siaran se bagaimana dimaksud dalam Pasal 101 dan Pasal 102, LPB dalam rangka pengembangan usaha dapat melakukan kerja sama dengan badan hukum yang berfungsi menyebarluaskan Siaran pada Wilayah Siaran terbatas. (2) Wilayah layanan Siaran terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Pemerintah. (3) Setiap orang dan/ a tau badan hukum yang menyebarluaskan Siaran tanpa melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud pacta ayat (1) dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 5 Sumber Pendapatan Pasal 104 Sumber pendapatan LPB berasal dari: a. uang jasa layanan berlangganan; b. Siaran Iklan komersial; dan/ a tau c. usaha lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Paragraf 6 lsi Siaran Pasal 105 (1) Dalam menyelenggarakan Siaran, LPB harus: a. sesuai dengan Standar Program Siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68; b. melakukan sensor internal terhadap semua isi Siaran yang akan disiarkan dan/ atau disalurkan; c. menyediakan paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari kapasitas kanal saluran untuk menyalurkan program dari LPP; d. melakukan kerja sama dengan LPS sebagai penyedia isi Siaran; dan e. tidak menawarkan kanal yang muatan isinya menyajikan hal yang bertentangan dengan nilai kesusilaan. (2) Dalam menyelenggarakan Siaran, LPB melengkapi pelanggan dengan peralatan yang memungkinkan pelanggan untuk menutup kanal yang tidak diinginkan. (3) Pelanggaran atas ketentuan pada ayat (1) dikenai sanksi administratif oleh KPI berupa: a. teguran tertulis; b. denda yang besarannya ditetapkan melalui Peraturan KPI; c. penghentian semen tara isi Siaran yang bermasalah; dan/ a tau d. penghentian isi Siaran yang bermasalah. Pasal 106 (1) LPB dilarang menjadikan Program Siaran yang digemari masyarakat luas menjadi hak eksklusif Penyiaran berbayar tersebut dengan menutup akses bagi masyarakat luas untuk menikmati program tersebut melalui Lembaga Penyiaran non-berbayar. (2) Pelanggaran atas ketentuan pada ayat (1) dikenai sanksi administratif oleh KPI berupa: a. teguran tertulis; b. denda yang besarannya ditetapkan melalui Peraturan KPI; c. penghentian semen tara isi Siaran yang bermasalah; dan/ a tau d. penghentian isi Siaran yang bermasalah. Pasal 107 lsi Siaran LPB dilarang disebarluaskan secara komersial oleh pelanggan atau pihak lain. Paragraf 7 Penambahan dan Pengembangan Modal Pasal 108 Penambahan dan pengembangan modal bagi LPB berlaku bagi: a. badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas tertutup; atau b. badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas terbuka. Pasal 109 Pen am bah an modal yang berasal dari penanaman modal dalam negeri dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 30 Pasal 110 LPB dapat menambah dan mengembangkan modal yang berasal dari modal asing dengan jumlah tidak lebih dari 20% (dua puluh persen) dari seluruh modal dasar dan paling rendah dimiliki oleh 2 (dua) orang pemegang saham dan bukan sebagai pemegang saham pengendali. Pasal 111 (1) LPB yang badan hukumnya berbentuk perseroan terbatas tertutup, jumlah kepemilikan saham sebesar 20% (dua puluh persen) oleh warga negara asing dan/ atau badan hukum asing dapat diperoleh melalui investasi langsung dan bukan sebagai pemegang saham pengendali. (2) Kepemilikan saham pada LPB melalui investasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Kepemilikan saham oleh warga negara asing dan/ a tau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjadi pemegang saham pengendali. Pasal 112 (1) LPB yang badan hukumnya berbentuk perseroan terbatas terbuka, jumlah kepemilikan saham sebesar 20% (dua puluh persen) oleh warga negara asing dan/ atau badan hukum asing dapat diperoleh melalui pasar modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kepemilikan saham oleh warga negara asing dan/ atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjadi pemegang saham pengendali. Pasal 113 LPB yang badan hukumnya berbentuk perseroan terbatas terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) dapat mencatatkan seluruh sahamnya di pasar modal dengan pembatasan kepemilikan warga negara asing/ atau badan hukum asing dari keseluruhan saham yang dicatatkan paling banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal dasar. Pasal 114 (1) Setiap perubahan kepemilikan saham baik langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan terjadinya perubahan saham pengendali pada LPB wajib melaporkan perubahannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pelanggaran atas ketentuan pada ayat (1) dikenai sanksi administratif oleh Pemerintah berupa: a. teguran tertulis; dan/ a tau b. tidak diberi perpanjangan IPP. Pasal 115 LPB memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki saham perusahaan dan memberikan bagian laba perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 116 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pendirian, kelembagaan, wilayah layanan Siaran, sumber pendapatan, isi Siaran, dan penambahan dan pengembangan modal diatur dalam Peraturan Pemerintah. BABIX PERIZINAN Bagian Kesatu Urn urn Pasal 117 (1) Pemerintah wajib membuka peluang usaha berupa ketersediaan alokasi frekuensi Penyiaran setiap tahun secara terbuka. (2) Setiap pendirian dan penyelenggaraan Penyiaran wajib memenuhi ketentuan rencana dasar teknik Penyiaran dan persyaratan teknis perangkat Penyiaran. (3) Rencana dasar teknik Penyiaran dan persyaratan teknis perangkat Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (4) Rencana dasar teknik Penyiaran dan persyaratan teknis perangkat Penyiaran sebagaimana di

Side Menu

  • Info
  • Prestasi
  • AKINDO Career Center
  • Karya Mahasiswa
  • P3M AKINDO
  • Kerjasama
  • Perpustakaan AKINDO
  • IAA (Ikatan Alumni AKINDO)
  • Polling
  • Buku Tamu
  • Download
  • YMOnline

Gallery

AKINDO TV RAKA FM - Listen Live BUKU TAMU
© 2014 AKINDO. All Rights Reserved

Support Online Kampus AKINDO


| Humas Akindo