• Home
  • Profil
    • Sambutan
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Mars
    • Struktur & Manajemen
    • Staff Pengajar
    • Laboratorium
    • Akreditasi
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Buku Panduan Akademik
    • Jadwal Kuliah
    • Jadwal Ujian
    • Semester Pendek
    • TA / PKL
    • Wisuda AKINDO
  • Program Studi
    • Public Relations
    • Advertising
    • Broadcasting R-TV dan Film
    • S1 ILMU KOMUNIKASI
  • Kemahasiswaan
    • PKKMB MABA
    • Himpunan Mahasiswa Jurusan
    • Unit Kegiatan Mahasiswa
    • Beasiswa
  • PMB
    • PMB Info
    • Pendaftaran Online
  • PUBLIKASI
    • Publikasi Ilmiah
    • Gagasan/Opini
    • Makalah Seminar
  • Kontak

RUU Penyiaran Darurat, Jangan Biarkan Media Penyiaran Dicaplok Asing

Akindo
14 Mei 2016
Uncategorized

Yogyakarta - DPR RI Komisi 1 saat ini tengah menggodok Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang akan menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Targetnya, pada Agustus 2016 akan diparipurnakan sehingga segera berlaku regulasi baru dalam bidang penyiaran di Indonesia. Namun kalau dicermati, cukup banyak pasal dalam draf UU Penyiaran yang baru tersebut mengancam masa depan kedaulatan penyiaran di Tanah Air.

"Kalau publik tidak ikut mengawal perubahan RUU Penyiaran ini, bisa dipastikan bahwa berbagai lembaga penyiaran yang ada di Indonesia akan dicaplok oleh asing," tegas Supadiyanto saat diundang menjadi narasumber utama dalam Diskusi Khusus yang disiarkan langsung di Stasiun ADI TV pada Selasa, 10 Mei 2016 pukul 16.00-17.00 WIB. Komisioner KPID DIY tersebut menegaskan bahwa ada beberapa pasal dalam draf RUU Penyiaran tersebut yang secara terang benderang menskenariokan untuk membolehkan orang asing memiliki modal/saham sampai 20 persen pada LPS maupun LPB yang beroperasi di Indonesia. Kalau hal ini didiamkan, penjajahan melalui media penyiaran tidak hanya melalui isi siaran saja; melainkan melalui kepemilikan langsung.

Faktanya saat ini, ada sejumlah stasiun televisi berjaringan yang isi siarannya sudah mulai didominasi program asing. "Lihat saja, persentase iklan komersial akan diplot maksimal 40 persen dari setiap program; serta durasi program asing akan diporsikan hingga 40 persen," cetus Supadiyanto yang juga dosen penyiaran pada AKINDO Yogyakarta.

Sedangkan narasumber lainnya, Eko Suwanto, M.Si. (Ketua Komisi A DPRD DIY) mengatakan bahwa selama ini pengelola industri media penyiaran sendiri belum menjamin kesejahteraan para pekerjanya. "Wartawan itu berhak mendapatkan saham dan laba perusahaan. Ini perintah Undang-Undang ya," tuturnya. Dalam negara demokrasi, lanjutnya, keberadaan media penyiaran menjadi sangat strategis dalam membangun kemajuan bangsa. Pers sebagai pilar keempat dalam negara demokrasi setelah eksekutif, yudikatif, dan legislatif.

Pembicara lainnya, Puji Rianto, M.A. (PR2Media dan Dosen Ilmu Komunikasi UII) mewanti-wanti kepada setiap elemen masyarakat untuk mengkritisi RUU Penyiaran. "Upaya pelemahan KPI/D sangat jelas dari desain RUU tersebut," tegasnya. Lebih lanjut Puji menambahkan bahwa media cetak dan media penyiaran memiliki karakter yang berbeda. Media cetak tidak menggunakan domain publik, sedangkan media penyiaran memanfaatkan domain publik. Maka untuk mengaturnya juga diperlukan regulasi khusus. (ESPEDE)

 

 

Side Menu

  • Info
  • Prestasi
  • AKINDO Career Center
  • Karya Mahasiswa
  • P3M AKINDO
  • Kerjasama
  • Perpustakaan AKINDO
  • IAA (Ikatan Alumni AKINDO)
  • Polling
  • Buku Tamu
  • Download
  • YMOnline

Gallery

AKINDO TV RAKA FM - Listen Live BUKU TAMU
© 2014 AKINDO. All Rights Reserved

Support Online Kampus AKINDO


| Humas Akindo