• Home
  • Profil
    • Sambutan
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Mars
    • Struktur & Manajemen
    • Staff Pengajar
    • Laboratorium
    • Akreditasi
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Buku Panduan Akademik
    • Jadwal Kuliah
    • Jadwal Ujian
    • Semester Pendek
    • TA / PKL
    • Wisuda AKINDO
  • Program Studi
    • Public Relations
    • Advertising
    • Broadcasting R-TV dan Film
    • S1 ILMU KOMUNIKASI
  • Kemahasiswaan
    • PKKMB MABA
    • Himpunan Mahasiswa Jurusan
    • Unit Kegiatan Mahasiswa
    • Beasiswa
  • PMB
    • PMB Info
    • Pendaftaran Online
  • PUBLIKASI
    • Publikasi Ilmiah
    • Gagasan/Opini
    • Makalah Seminar
  • Kontak

Alot, Nasib RUU Penyiaran dan RUU RTRI

Akindo
18 Feb 2016
Uncategorized

Yogyakarta - Nasib Rancangan Undang-Undang Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) hingga saat ini masih belum jelas. Mengingat induk atau payung hukum dari Undang-Undang Penyiaran yang kini tengah diperbarui oleh DPR RI Komisi 1 hingga saat ini masih dalam proses pembahasan berbagai pihak. Padahal kalau sesuai skenario awal, seharusnya akhir Desember 2015 kemarin RUU Penyiaran yang baru sudah disahkan. Faktanya, hingga kini draf RUU Penyiaran yang sudah beredar di tengah masyarakat; masih menjadi bahan perdebatan alot terutama di lingkungan kampus.

Untuk menggolkan RUU Penyiaran baru menjadi Undang-Undang; jelas membutuhkan perjuangan dan energi besar dari seluruh elemen bangsa ini terutama dari para anggota DPR RI 2014-2019. Hal ini mengemuka dari Seminar Nasional bertajuk: Menyoal Ketertutupan Rancangan Undang-Undang Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) bertempat di Auditorium UII Yogyakarta pada Selasa, 16 Februari 2016. Adapun narasumber yang hadir dalam kesempatan tersebut adalah: Hanafi Rais, M.A.P. (Komisi 1 DPR RI), dan Amir Effendi Siregar, M.A. (Ketua PR2 Media), Dwi Hernuningsih, M.SI., (Dewan Pengawas LPP RRI), Bekti Nugroho (Komisioner KPI Pusat) dan Puji Rianto, M.A. (Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII).

Menurut Hanafi Rais, yang krusial adalah membahas UU Penyiaran dulu; nanti UU RTRI akan mudah diselesaikan tidak sebagaimana alotnya membahas RUU Penyiaran baru. Namun juga perlu ditempuh juga, lanjut Hanafi Rais, untuk mulai membuat RUU Konvergensi. "TVRI dan RRI tidak ada dalam nomenklatur kebirokrasian. Apakah benar TVRI dan RRI akan didesain seperti lembaga penyiaran publik seperti di luar negeri; di mana didanai oleh publik. Apa benar publik di Indonesia siap untuk ditariki iuran misalnya untuk itu? Jelas semua perlu diformulasikan", terang Hanafi Rais.

Narasumber lain, Amir Effendi Siregar menyoroti bagaimana ketimpangan regulasi penyiaran di Tanah Air. Benteng regulasi bidang penyiaran kita saat ini hanya ada tiga: UU Pers, UU Penyiaran, dan UU Keterbukaan Informasi Publik", jelasnya. Pembahasan tentang RUU Penyiaran dan RUU RTRI masih terus dilakukan dan diperkirakan baru akan menjadi UU sekitar tahun ini. Di samping itu RUU Undang-Undang Konvergensi Telematika atau Telekomunikasi sebagi induk UU tentang komunikasi menurut rencana akan dibahas.

Sementara Komisioner KPI Pusat Bekti Nugroho memaparkan bahwa eksistensi lembaga penyiaran publik tertelindas oleh dominasi lembaga penyiaran swasta. "Indikasi kepemilikan media terkoneksi oleh kepentingan politik praktis, misalnya Hary Tanoe pimpinan MNC Grup adalah ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Hanura, Surya Paloh yang menaungi Metro TV adalah Ketua Umum Partai Nasdem, Aburizal Bakrie pemilik Viva Group adalah Ketua Umum Partai Golkar", bebernya dengan penuh argumentasi.

Dewan Pengawas LPP RRI Dwi Hernuningsih, M.Si berharap besar agar RUU RTRI menjadi UU RTRI perlu didorong oleh berbagai pihak. "Penggalangan dukungan eksternal melalui diskusi, seminar, FGD sebagai media komunikasi pemahaman bersama dengan semua kepentingan", tegasnya. Sedangkan Puji Rianto, M.A. dosen Program Studi Ilmu Komunikasi UII menegaskan bahwa keberhasilan mewujudkan RUU RTRI menjadi UU RTRI sangat ditentukan oleh tekanan-tekanan politik ke dalam parlemen dan pemerintah serta menemukan agen dalam proses legislasi. "Perlu juga mendorong perluasan kesadaran untuk membuka diskusi yang lebih luas mengenai pentingnya RTRI", tambahnya.

Di akhir diskusi tersebut, Komisioner KPID DIY Supadiyanto memberikan sejumlah pernyataan krusial terkait keberadaan RUU Penyiaran dan RUU RTRI. "Kecepatan lahirnya Telematika yang terjadi saat ini tidak diimbangi dengan lahirnya regulasi yang mengatur hal tersebut. Di samping itu, bangsa ini belum memiliki babonnya Undang-Undang yang bisa memayungi dunia pers, penyiaran, telekomunikasi secara komprehensif", tegas Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID DIY. Menurut hemat Supadiyanto, yang perlu dilakukan bukanlah melahirkan UU RTRI. Sebaiknya RTRI cukup menjadi sub bagian dalam UU Penyiaran yang baru; bahkan saat ini yang mendesak segera dilahirkan adalah UU Konvergensi Multimedia sebagai peleburan UU Pers, UU Penyiaran, UU Telekomunikasi,dan regulasi lainnya yang berhubungan dengan dunia komunikasi. Terlepas dari semua itu, saat ini kita berada dalam situasi yang krusial. Pada satu sisi, pada tahun ini KPI tengah memproses perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran dari berbagai lembaga penyiaran berjaringan; namun pada sisi lain, masa jabatan para komisioner KPI Pusat akan habis juga dalam waktu dekat ini. "Khusus di DIY, saat ini tengah dibahas Raperda Penyelenggaraan Penyiaran di DIY; namun pada aspek yang lain juga tengah terjadi pembaruan UU Penyiaran yang baru. Keduanya, harus disinergiskan", pungkas komisioner sekaligus dosen sejumlah PTS. (Espede)

Side Menu

  • Info
  • Prestasi
  • AKINDO Career Center
  • Karya Mahasiswa
  • P3M AKINDO
  • Kerjasama
  • Perpustakaan AKINDO
  • IAA (Ikatan Alumni AKINDO)
  • Polling
  • Buku Tamu
  • Download
  • YMOnline

Gallery

AKINDO TV RAKA FM - Listen Live BUKU TAMU
© 2014 AKINDO. All Rights Reserved

Support Online Kampus AKINDO


| Humas Akindo